Ada
Yang Salahkah Dengan Sistem Pendidikan Kita Khusunya di Negara kita
Rasanya ada yang keliru dengan system pendidikan
kita saat ini khususnya di Negara kita apa itu …? Anak-anak dikirim ke sekolah
untuk belajar menghadapi dunia nyata yang kenyataan berubah dengan sangat cepat
akan tetapi di sekolah tidak banyak berubah selama ratusan tahun masih
ragu dan bahkan malas untuk merubah diri agar pembelajaran menyenangkan dengan
melibatkan peserta didik dalam menggali materi yang diajarkan. Saat ini, masih
banyak pendidik-pendidik yang tidak menerapkan pembelajaran berpusat pada
peserta didik, seperti system pendidikan yang dirancang di era industri yaitu
pembelajaran berpusat pada pendidik, yang mana peserta didik harus mau
mengikuti aturan-aturan yang dibuat dan tidak diberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengembangkan minat dan bakat sesuai dengan keinginannya.
1.
Nilai
usia industri
Sistem pendidikan di Indonesia dari dahulu hingga sekarang masih
menerapkan sistem yang telah dirancang di era industri meskipun telah berlaku
kurikulum terbaru, yang mana peserta didik diperlakukan sama, diberikan materi
yang sama, dan pengalaman yang sama natara peserta didik satu dengan peserta
didik lainnya. Peserta didik diperlakukan seperti barang yang di produksi oleh
pabrik yang memiliki kesamaan yang sama, yang harus diberikan perlakuan yang
sama. Sistem di Indonesia masia menerapkan hal ini, kemungkinan tidak
efektifnya jam pelajaran dan juga tidak bisa kondusifnya kelas saat
pembelajaran berlangsung. Peserta didikpun diberikan banyak tugas dengan
mengatur kehidupan mereka dengan dibatasi oleh bunyi lonceng yang sering
diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia. Pembelajaran dilakukan sesuai degan
petunjuk yang dibuat oleh pendidik. Kebanyakan peserta didik mengalami hal ini di
kelas, saat peserta didik masuk ke kelas setelah lonceng berbunyi peserta didik
biasanya diperintahkan untuk “duduk, ambil buku, buka buku, kerjakan tanpa
berbicara”. Padahal berbicaranya mereka sebenarnya berinteraksi antara peserta
didik satu dengan peserta didik lain mengenai materi yang belum bisa dipahami
oleh peserta didik tersebut. Hal ini sama seperti kegiatan/pekerjaan di pabrik,
keberhasilan yang bergantung pada instruksi dan melakukan sesuai dengan
perintah atasan. Namun, di era modern saat ini peserta didik dituntut kreatif,
dapat mengembangkan ide-ide, dapat berkolaborasi dengan orang lain, tetapi peserta
didik-peserta didik tidak diberikan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan
tersebut dalam sistem sekolah yang didasarkan pada nilai-nilai sistem
pendidikan di era industri.
2.
Kurangnya
Otonomi
Di sekolah peserta didik kurang mempunyai otonomi (kebebasan
melakukan sesuatu yang diinginkan) dan kontrol. Setiap menit kehidupan peserta
didik dikontrol ketat oleh peserta didik yang telah dibuat oleh sekolah.
Pembelajaran yang disampaikan sesuai dengan sistem aturan yang telah dibuat,
hanya saja waktu diketahui dengan berbunyinya lonceng setiap pergantian mata
pelajaran. Misalnya jam pertama mata pelajaran matematika, maka peserta didik
harus belajara matematika terlebih dahulu baru pelajaran selanjutnya sesuai
dengan jadwal yang telah dibuat. Akan tetapi, saat ini, jika kita akan
melakukan sesuatu hal maka kita harus merancang/menyususn sendiri hal-hal-hal
yang akan kita lakukan, mengambil keputusan sendiri apa yang dilakukan oleh
diri sendiri, dan menjadwal waktu yang harus dilakukan, namun, di dalam
pendidikan peserta didik seakan mendapatkan pesan bahwa peserta didik tidak
bertanggungjawab atas kehidupan mereka, karena mereka hanya saja perlu mengikuti
aturan yang telah ditetapkan bukan mengambil alih sesuai dengan kehidupan dan
minat belajar peserta didik.
Menurut para ahli, otonomi bagi anak-anak sangatlah penting, karena
sesuatu hal yang dilakukan sesuai dengan minat dan keinginan pastilah menyenangkan
karena jika tidak ada otonomi bagi anak-anak maka sesuatu hal yang
dilakukan/dihadapi pasti mengalami kebosanan dan bahkan kehilangan motivasi
untuk bersekolah.
3.
Pembelajaran
tidak autentik
Sebagian besar sistem pembelajaran yang diterapkan adalah peserta
didik dipaksa untuk menghafal suatu pelajaran yang diajarkan. Misalnya,
pembelajaran matematika tentang perkalian, peserta didik tidak diajak secara
langsung namun mereka belajar secara abstrak dengan menuliskan angka-angka
perkalian di papan tulis dan harus disalin peserta didik di buku catatan lalu
menghafalkan perkalian tersebut. Hal ini merupakan tuntutan masyarakat yang
mengakibatkan pengetahuan harus dimiliki dan dipahami peserta didik tanpa
tertinggal satu pengetahuan pun, memang pengetahuan haruslah didapatkan oleh
seluruh peserta didik, akan tetapi pemahaman peserta didik akan pengetahuan
yang didapat sangatlah berbeda-beda, dan setiap bulan pengetahuan ini diukur
dengan menggunakan tes/ujian. Dengan dilakukannya ujian seperti ini mengakibatkan
belajar peserta didik tidak otentik karena harus memahami lagi
pengetahuan-pengetahuan yang telah didapat pada malam harinya atau biasa
masyarakat menyebutkan sistem kebut semalam (sks), dan sebagian besar setalah
ujian berlangsung pengetahuan-pengetahuan yang mereka pelajari dan pahami
hilang seketika seperti tidak memiliki pengetahuan sama sekali di dalam
otaknya. Pada nyatanya tuntutan harus mendapatkan nilai baik adalah dari orang
tua dan pendidik. Sebenarnya peserta didik tidak menginginkan hal seperti ini
terjadi pada dirinya, sebenarnya peserta didik juga menginginkan banyak
pengetahuan namun kemampuan dan perlakkuan yang menyebabkan peserta didik belum
berhasil akan pengetahuan yang didapatkan. Hal ini telah menciptakan sebuah
budaya yang tidak baik bagi peserta didik, orang tua, dan pendidik, karena peserta
didik dituntut harus memiliki pemikiran yang lebih unggul dari orang lain. Peserta
didik menghabiskan waktu berjam-jam untuk menghafal dan dengan cepat mereka
juga melupakannya dengan segera, karena pembelajaran yang dia alami tidak
berkesan dan menyenangkan, sehingga daya ingat peserta didik tersebut tidak
tajam dan peserta didik tidak dilibatkan secara langsung dalam memahami materi
dan tidak diberikan contoh-contoh yang nyata yang mudah dipahami oleh peserta
didik.
4.
Ruang
tidak sesuai minat
Tidak adanya kesempatan untuk mengembangkan minat dan hobi peserta
didik, yang mana kita memiliki sistem sekolah yang seperti itu. Setiap anak
harus belajar dengan yang sama pada waktu yang sama dan dengan cara yang sama
pula, hal ini tidak sesuai dengan kodrat manusia sesuai dengan jenjang,
kemampuan, umur, bahwa setiap manusia adalah individu yang unik dan berbeda
dengan cara kita sendiri. Seorang anak memiliki minat dan hobi yang berbeda
karena setiap individu memiliki keinginan yang berbeda dari orang lain.
Sebenarnya yang menjadi kunci kebahagiaan individu adalah ketika individu
tersebut menemukan minat tersendiri yang sesuai dengan dirinya. Sebagian sistem
pembelajaran disekolah belum bisa membantu minat-minat dan keinginan peserta
didik dalam mengembangkan minat dan hobinya. Banyak peserta didik berpikir
bahwa “apa keahlianku? Apa aku dapat melakukannya? Apakah keahlianku telah
sesuai dengan kebutuhan?”. Sistem ini kebanyakan tidak dipedulikan dalam sistem
sekolah, karena peserta didik akan gagal meskipun dia berbakat, namun sistem
pembelajaran yang kurang menarik dan masih menerapkan sekolah tradisional.
Tidak semua orang bisa mengatasi kegagalan ini, karena tidak semua orang
memiliki ukuran seberapa banyak bakat dan potensi tidak diakui dalam sistem
sekolah saat ini.
5.
Bagaimana
dengan cara belajar (How we learn)
Setiap peserta didik memiliki cara/gaya belajar yang berbeda-beda,
tidak mungkin memiliki gaya yang sama antara peserta didik satu dengan yang
lain, kemungkinan kecil memiliki kesamaan gaya belajar yang sama, akan tetapi
kemungkinan besarlah yang muncul adalah berbeda. Tuntutan dalam pembelajaran
saat ini adalah peserta didik cepat dan mudah untuk menangkap dan memahami
sesuatu hal yang disampaikan. Jika hal ini dapat diterapkan oleh peserta didik,
maka julukan peserta didik tersebut berhasil, akan tetapi jika peserta didik
menangkap dan memahami materi dengan sangat lambat maka hal ini dianggap gagal,
namun sebenarnya belum tentu peserta didik yang lambat tidak akan bisa
menyamakan kedudukannya dengan peserta didik yang cepat, akan tetapi dia hanya
membutuhkan waktu saja untuk menyamakan kedudukannya. Peserta didik yang cepat
belum tentu dia memiliki ketelitian dan pemikiran yang matang akan sesuatu hal
yang dihadapi melainkan ketelitian dan pemikiran tersebut diputuskan secara
tergesa-gesa dalam mengambil keputusan tanpa adanya memikirkan akibat yang akan
ditimbulkan. Bahkan peserta didik yang lambat bisa lebih sukses dari teman yang
cepat, hal ini kebanyakan peserta didik memiliki pemikiran dan pengambilan
keputusan yang lebih matang agar peserta didik tersebut lebih unggul dari teman
lainnya.
6.
Cara
mengajar (Lecturing)
Sistem seperti ini kebanyakan peserta didik mengalami pembelajaran
lebih dari 5 jam setiap harinya. Menurut Sal Khan dari Khan Academy menyebutkan
bahwa “Pengalaman fundamental yang tidak manusiawi”. “Kebanyakan peserta didik-peserta
didik hanya diam mendengarkan tanpa diperbolehkan untuk berinteraksi satu sama
lain”. Dalam setiap kelas terdapat peserta didik yang memiliki tingkat
pemahaman yang berbeda. Ada peserta didik yang bosan karena mereka duduk di
belakang dan sulit untuk menjangkau informasi dari pendidiknya, dan bahkan dia
tidak memahami materi meskipun informasi yang disampaikan oleh pendidik
terjangkau olehnya, sehingga yang mendapatkan pemahaman lebih adalah peserta
didik yang duduk di bangku depan saja. Ada salahnya jika pembelajaran itu
melibatkan media internet dan digital yang masuk di dalam dunia anak jaman sekarang,
karena dengan melibatkan media internet dan digital peserta didik dapat leluasa
mengakses dan menggali informasi di dunia dan pembelajaranpun menyenangkan. Peserta
didik pasti merasa senang dengan pembelajarannya, namun yang ditakutkan pendidik
mengapa tidak diterapkan sistem pembelajaran ini adalah pendidik tidak bisa
mengontrol satu persatu peserta didik apa yang diakses di luar jangkauan pendidiknya.
Sistem pendidikan kita yang berkembang di era industri menjadi using dan tidak
efektif, jadi kita harus menyiapkan anak-anak di dunia modern, maka tidak ada
keraguan bahwa kita perlu secara fundamental mengubah sistem pendidikan kita.